Dunia terus berubah. Menurut data dari Bank Dunia, saat ini 55% penduduk dunia atau sekitar 4,1 miliar orang hidup di daerah perkotaan. Jumlah ini 4 kali lipat lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah orang yang tinggal di kota pada tahun 1960-an (World in Data) dan diperkirakan jumlahnya akan terus bertambah.
Hal ini karena kota menawarkan banyak hal yang seringkali tidak ditawarkan oleh desa, seperti peluang kerja yang lebih luas, fasilitas kesehatan, pendidikan, teknologi yang lebih memadai, hingga kedekatan dengan otoritas terkait. Di satu sisi, hal ini akan mendorong pertumbuhan ekonomi ke arah yang lebih baik, namun di sisi lain hal ini akan menimbulkan permasalahan baru dalam ranah tata kelola kota.
Masalah baru tersebut, seperti peningkatan tingkat kriminalitas, masalah tata kota, kesenjangan ekonomi dan tentunya masalah lingkungan. Salah satu solusi yang dalam beberapa tahun ini diajukan untuk mengatasi berbagai permasalahan kota ini adalah pembentukan smart city.
Smart city atau kota pintar adalah kerangka penggunaan teknologi informasi dan komunikasi untuk membuat tata kelola kota yang lebih baik, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang tinggal di area ini. Namun untuk dikatakan sebagai kota pintar, sebuah kota harus memenuhi 6 indikator yang akan dijelaskan lebih lanjut dalam artikel berikut ini.
Saat ini, keberhasilan smart city diukur menggunakan berbagai indeks, seperti Cities in Motion Index, Global Innovation Index, ICT Development Index dan lain sebagainya. Terdapat beberapa alasan mengapa pengukuran keberhasilan smart city menggunakan indeks ini penting, yaitu:
Setiap indeks tentu memiliki mekanisme dan komponen penghitungan yang berbeda. Begitu pula setiap kota yang ingin menciptakan kota pintar pasti menerapkan strategi yang berbeda-beda. Adanya indeks kota pintar ini dibutuhkan salah satunya adalah untuk mengukur kelebihan dan kekurangan masing-masing kota dari kacamata ahli perencanaan tata kota.
Setelah mengetahui kelebihan dan kekurangan penerapan smart city di daerahnya, tentu pemerintah daerah tersebut dapat menyusun program perbaikan dan pengembangan yang dibutuhkan untuk menciptakan smart city di kota tersebut. Program yang dibangun atas data statistik dan saran dari ahli tentunya akan lebih tepat sasaran.
Indeks yang mengukur keberhasilan pembangunan kota pintar di sebuah daerah juga bisa digunakan sebagai konten untuk menarik investor dan wisatawan. Sederhananya, investor tentunya akan lebih suka berinvestasi atau membangun perusahaan di daerah yang memiliki tata kota yang baik, memiliki fasilitas investasi dan birokrasi yang mudah serta sumber daya yang memadai.
Sama halnya dengan wisatawan mancanegara. Wisatawan mancanegara pastinya juga akan lebih suka untuk berlibur di kota yang memiliki tingkat kriminalitas rendah, memiliki fasilitas kebersihan yang baik dan sumber daya manusia yang menunjang. Baik investasi maupun wisatawan dari luar negeri nantinya tidak hanya bisa meningkatkan devisa negara, tetapi juga perekonomian masyarakat sekitar secara keseluruhan.
Untuk membangun sebuah smart city, pemerintah sebuah kota tentunya membutuhkan aliran dana baik itu dari pemerintah pusat maupun pajak yang langsung dibayarkan oleh masyarakat. Oleh sebab itu, keberhasilan pembangunan kota ini harus dipertanggungjawabkan baik kepada pemerintah pusat, dan khususnya kepada masyarakat.
Di sisi lain, masyarakat juga dapat menjadikan indeks keberhasilan smart city ini sebagai bahan untuk mengukur dampak dari kinerja pemerintah kota terkait. Sebab dalam framework smart city, masyarakat dituntut untuk berpartisipasi aktif dalam membentuk tata kelola kota yang lebih baik.
Menurut Professor Dr. Rudolf Giffinger dan tim risetnya di Centre of Regional Science of Vienna University of Technology, terdapat 6 indikator yang membangun keberhasilan sebuah smart city. Indikator tersebut adalah:
Smart economy adalah penggunaan teknologi informasi dan komunikasi untuk membangun dan mengembangkan ekonomi masyarakat di sebuah kota. Hal ini termasuk mengembangkan sumber daya manusia yang adaptif terhadap peluang di era digital ekonomi digital, menciptakan iklim investasi yang kondusif menggunakan teknologi, hingga menemukan cara berkelanjutan untuk menjadikan kota tersebut sebagai smart city yang kompetitif.
Contoh dari sebagian penerapan smart economy adalah, seperti pengembangan laman pencarian pekerjaan khusus untuk penduduk sebuah kota di mana di laman ini pengguna tidak hanya bisa mencari lowongan kerja, tetapi juga mempublikasikan lowongan kerja dan memasukkan laporan pelanggaran peraturan di dunia kerja.
Smart environment adalah aspek dari smart city yang menargetkan pengelolaan lingkungan di daerah perkotaan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi. Adapun frasa pengelolaan lingkungan di sini termasuk pengelolaan sampah dan limbah, pengelolaan polusi udara dan air dan pengelolaan sumber daya air secara umum. Pemantauannya dapat menggunakan integrasi IoT pada smart city.
Contoh penerapan smart environment ini adalah strategi pengelolaan sampah yang diterapkan oleh Singapura. Sebagai negara kota dengan penduduk terpadat di dunia, Singapura tentu memiliki masalah sampah.
Masalah sampah ini diatasi dengan membakar sampah di 4 fasilitas yang didesain khusus untuk mengurangi volumenya (CNBC). Air yang tercipta akibat panas pembakaran ini kemudian diubah menjadi uap yang digunakan untuk memutar turbin listrik yang dialirkan ke seluruh kota. Di sisi lain, abu yang dihasilkan dari pembakaran sampah ini dengan hati-hati digunakan oleh pemerintah Singapura untuk menambah area negara tersebut dengan proses reklamasi lahan perairan.
Indikator lain dari smart city adalah terciptanya smart living. Smart living adalah aspek dari smart city yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat di daerah tersebut menggunakan teknologi informasi dan komunikasi. Termasuk dalam aspek ini adalah peningkatan akses terhadap fasilitas kesehatan dan perumahan.
Contoh paling sederhana dari penerapan smart living adalah penggunaan teknologi sensor CCTV untuk mengidentifikasi kriminal. Dengan sensor CCTV yang tersebar di berbagai daerah kota ini diharapkan penduduk di kota tersebut dapat hidup dengan lebih aman dan nyaman.
Salah satu masalah perkotaan yang harus diselesaikan adalah masalah kemacetan. Untuk mengatasi masalah ini, beberapa kota pintar di Indonesia telah menerapkan teknologi smart mobility, yaitu aspek dari smart city yang berfokus pada penggunaan teknologi untuk meningkatkan layanan transportasi publik.
Beberapa kota tersebut menerapkan konsep ini dengan menciptakan aplikasi khusus yang bisa digunakan untuk melacak lokasi transportasi umum terdekat dan tercepat. Harapannya adalah, dengan penerapan konsep ini, masalah kemacetan di kota dapat teratasi.
Smart city tidak akan terbentuk apabila penduduk yang tinggal di sebuah kota tidak smart juga. Kata smart disini tidak hanya memiliki tingkat literasi digital yang tinggi, tetapi juga sumber daya manusia yang berkualitas. Harapannya adalah, dengan peningkatan kualitas SDM, masyarakat tidak hanya mampu beradaptasi dengan dunia digital, tetapi juga mampu memberikan kritik dan saran yang dibutuhkan untuk pembangunan kota.
Pemerintah adalah instansi yang diberi amanat oleh masyarakat dan undang-undang untuk mengatur kota menggunakan dana pajak. Maka dari itu, peran pemerintah dalam pembangunan smart city adalah vital.
Smart government adalah perbaikan layanan publik yang ditawarkan oleh pemerintah kota dengan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi. Untuk melakukan perbaikan ini, ada banyak cara yang bisa dilakukan.
Misalnya, dengan menggabungkan layanan dari berbagai lembaga pemerintah ke dalam satu aplikasi. Dengan demikian, masyarakat bisa mengajukan layanan mulai dari Akta hingga pembayaran pajak hanya dengan 1 aplikasi di ponsel.
Baik layanan smart government maupun indikator smart city lainnya tidak akan bisa terwujud dengan tanpa adanya layanan internet yang memadai. Oleh karena itu, gunakan solusi internet untuk pemerintah dari Link Net untuk mempercepat proses pembuatan kota pintar impian Anda.
Penulis: Farichatul Chusna.